{[['']]}
MANUSIA & TUHAN
CARA SYARIAT dan HAKIKAT BERHUBUNGAN DENGAN ALLAH
CARA HAKIKAT:
Selain dari cara syariat dan cara tarikat, ada satu lagi
untuk menjembatani hubungan antara hamba dan Tuhannya yaitu cara jalan
hakikat.Cara hakikat merupakan cara yang ketiga yaitu satu cara mendalami ilmu
hakikat dengan menyelami dan mengenali diri sendiri, yang merupakan satu-satu
jalan yang dilalui oleh Wali - Wali Allah, Ariffinbillah dan Para Aulia.
Mereka yang menjalani studi ilmu hakiki ini akan beriktiar
dengan tekun dan tabah untuk merapatkan hubungan dengan dirinya dengan Allah SWT,
dengan cara membongkar menyeliki dan menyaksikan diri sendiri yaitu diri
rahasia yang di tanggung oleh dirinya dan berusaha untuk membentuk dinya
menjadi kamil - mukamil.
Bagi mereka yang ingin melalui cara hakiki ini adalah di
nasihatkan terlebih dahulu melalui cara Tarukat dan berhasil pula membersihkan
dirinya dari dari segala bentuk syirik “Saghir”, syirik “khafi” dan dan syirik
“jalli.” Mereka harus menjalani perguruan dengan guru - guru hakiki dan
makrifat serta muryid yang memiliki pengetahuan yang luas serta mencapai pula
ke tahap martabatnya. # Untuk pengetahuan lebih jelas silalah bertanya dengan
guru - guru, makrifat lagi mursyid.
Orang - orang hakiki yang sampai pada martabatnya bukan saja
mulia di sisi Allah malah mendapat pula kemuliannya di tengah masyarakat.
Adalah perlu ditegaskan di sini tujuan akhir studi HAKIKAT adalah untuk
megembalikan diri Asal Mu Mulai Allah yaitu pada Zahir dan Batin yakni pada
diri lahir dan diri batin pada martabat kemuliaan insan Kamil mukamil. Tidak
ada sesuatu pun pada dirinya kecuali Allah semata - mata. Dan balik mu kembali
Allah.
Untuk itu studi hakikat ini harus ada kesinambungan dengan
pengajian Makrifat. Sesungguhnya kata hakikat dan makrifat dua kata yang tidak
bisa di pisahkan.
1.ALAM TUJUH / LANGIT TUJUH
Dalam memperkatan Alam Tujuh atau LANGIT Tujuh ini, ia tidak
lepas dari mengatakan “Asal Mu Mulai Balik Kembali Pada Tuhan” Ini di sandarkan
firman Nya yang artinya;
“Innalillah Wa inna ilai-i rajiun.”
Jatuh hujunnya Asal Mu Allah Balik Mu semula Allah.
Jadi disini dua aspek utama dikatakan;
1.Asal Kejadian Manusia yang dinyatakan melalui penjelasan
pada Martabat Tujuh Atau Martabat Alam Insan.
2. Balik Mu semula Allah yaitu membicarakan persiapan untuk
menyarah atau mengembalikan Diri rahasia yang di kandung oleh jasad sebagaimana
aslinya disucikan.
Diri Empunya Diri mentajallikan dirinya dari satu martabat ke
satu martabat atau dari satu alam ke satu per alam.Dalam kita membicarakan alam
atau Martabat Tujuh atau Martabat Alam Insan yang dikenal juga Martabat tujuh,
terdapat ia di dalam Surah Al-Ikhlas di dalam Al Quran yaitu dalam menyatakan
tentang keberadaan Allah yang menjadi diri rahasia kepada manusia itu sendiri
dan mengatakan pada proses pengujudan Allah untuk diterima oleh manusia sebagai
diri rahasianya.
Proses transfer atau Tajalli Zat Allah SWT dimulai dari Alam
Qaibbul-Quyyub, terbentuk diri lahir dan diri batin manusia ketika ia mulai
bernafas di dalam kandungan ibu kemudian lahir ke dunia yaitu karena pada
martabat Qaibbul-Guyyub adalah merupakan martabat manusia yang paling tingggi,
suci dan inilah martabat yang benar-benar di ridhai oleh Allah SWT
Diri manusia pada martabat “Insannul-Kamil” adalah sebuah
diri yang suci mutlak pada zahir dan batin, tidak cacat celanya dengan Allah
SWT yaitu Tuan Empunya Rahasia. Karena itu Rasul Allah SAW pernah menegaskan
dalam sabdanya;
“Bahwa kelahiran seseorang anak itu dalam kondisi yang suci,
tetapi yang mencorakkannya menjadi kotor adalah orang tuanya”
Jadi ibubapalah yang mencorakkan sehingga anak kotor termasuk
masyarakatnya, bangsanya dan juga negaranya bersekali dengan manusia itu
sendiri hanyut mengikuti gelombang godaan hidupnya di dunia ini.
Karena itu adalah menjadi kewajiban seorang manusia yang
ingin kembali menuju jalan kesucian dan makrifat kepada Tuhannya, selayaknyalah
dia mengembalikan dirinya ke suatu tingkat yang dikenal “Kamilul-Kamil” atau di
namakan tahap Martabat Alam Insan.
Dalam merkatakan tingkatan atau martabat pentajallian Allah
Tuan Yang Empunya Diri yang menjadi rahasia manusia itu melalui tujuh
tingkatan.Tingkatan tersebut biasanya seperti di bawah.
1.Ahadah-Alam Lahut-Martabat Zat
2.Wahdah-Alam Jabarut - Martabat Sifat
3.Wahdiah-Alam Wahdiah - Martabat Asma
4.Alam Roh-alam malakut-Martabat Afaal
5.Alam Misal - Alam Bapa
6.Alam Ijsan-Alam Ibu
7.Alam Insan - Alam Nyata
AL-IKHLAS
1.ALAM / LANGIT TUJUH
1.1 ALAM AHDAH
Pada membicarakan Alam Qaibull-Quyyub yaitu pada martabat
Ahdah di mana belum ada sifat, belum ada ada asma ‘, belum ada afaal dan belum
ada apa-apa lagi yaitu pada Martabat LA TAKYIN, Zat UlHaki telas menegaskan
untuk memperkenalkan DiriNya dan untuk diberi tanggungjawab ini kepada manusia
dan di tajallikanNya DiriNya dari satu tingkat ke tingkat sampai zahirnya
manusia berbadan rohani dan jasmani.
Adapun Martabat Ahdah ini terkandung ia di dalam Al-Ikhlas
pada ayat pertama yaitu {QulhuwallahuAhad), yaitu Sa pada Zat semata-mata dan
inilah dinamakan Martabat Zat. Pada martabat ini diri Empunya Diri (Dzat
Ulhaki) Tuhan RabbulJalal adalah dengan dia semata-mata yaitu di namakan juga
Diri Sendiri. Tidak ada awal dan tidak akhirnya yaitu Wujud Hakiki Lagi Khodim
Pada masa ini tida sifat, tida Asma dan tida Afa’al dan tidak
apa-apa pun kecuali Zat Mutlak semata-mata maka berdirilah Zat itu dengan Dia
semata-mata dai dalam keadaan ini dinamakan AINUL KAFFUR dan diri zat dinamakan
Ahdah jua atau di namakan KUNNAH ZAT.
1.2 ALAM WADAH
Alam Wahdah merupakan tingkat kedua dalam proses
pentajalliannya diri Empunya Diri telah mentajallikan diri ke suatu martabat
sifat yaitu “La Tak Yin Sani” - sabit nyata yang pertama atau disebut juga
martabat titik mutlak yaitu ada permulaannyan.
Martabat ini di namakan martabat titik mutlak atau disebut
juga Sifat Muhammadiah. Juga pada menyatakan martabat ini dinamakan martabat
ini Martabat Wahdah yang terkandung ia pada ayat “Allahus Shomad” yaitu
tempatnya Zat Allah tidak tersembunyi sedikit pun meliputi 7 petala langit dan
7 bumi.
Pada tingkat ini Zat Allah Taala mulai bersifat. Sifatnya itu
adalah sifat batin jauh dari Nyata dan bisa di umpamakan pohon besar yang subur
yang masih di dalam dalam biji, tetapi ia telah ada, tdadak nyata, tetapi nyata
sebab itulah ia di sebut Sabit Nyata Pertama martabat La Takyin Awwal yaitu
kondisi nyata tetapi tidak nyata (ada pada Allah) tetapi tidak lahir
Maka pada tingkat ini tuan Empunya Diri tidak lagi Beras’ma
dan di tingkat ini terkumpul Zat Mutlak dan Sifat Batin. Maka di saat ini
tidaklah berbau, belum ada rasa, belum nyata di dalam nyata yaitu di dalam
keadaan apa yang di kenali ROH-ADDHAFI.Pada tingkat ni sebenarnya pada Hakiki
Sifat. (Kesempurnaan Sifat) Zat Al Haq yang di tajallikannya itu telah sempurna
cukup lengkap segala. Ini terhimpunan dan tersembunyi di samping telah lahir
dalam praktik.
1.3 ALAM WAHDIAH
Pada tingkat ketiga setelah tajalli akan dirinya pada tingkat
“La takyin Awal”, maka Empunya Diri kepada Diri rahasia manusia ini,
mentajallikan pula diriNya ke satu martabat As’ma yak ini pada martabat segala
Nama dan dinamakan martabat (Muhammad Munfasal) yaitu kondisi terhimpun lagi bercerai
- cerai atau di namakan “Hakikat Insan.”
Martabat ini terkandung ia didalam “Lam yalidd” yaitu Sifat
Khodim lagi Baqa, tatkala menilik wujud Allah. Pada martabat ini kondisi tubuh
diri rahasia pada masa ini telah terhimpun dalam praktik Zat, Sifat Batin dan
Asma Batin. Apa yang dikatakan berkumpul lagi bercerai-cerai karena pada
tingkat ini sudah dapat di tentukan bangsa masing - masing tetapi saat ini ia
belum lahir lagi di dalam Ilmu Allah yaitu dalam kondisi “Ainul Sabithaah”.
Artinya sesuatu keadaan yang tetap dalam rahasia Allah, belum terzahir, bahkan
untuk mencium baunya pun belum dapat lagi. Dinamakan juga martabat ini ada
Ardhofi dan martabat wujud Am karena ada di dalam sekelian bangsa dan adanya
mengandalkan Zat Allah Dan Ilmu Allah.
Pada tingkat ini juga telah terbentuk diri rahasia Allah
dalam hakiki dalam batin yaitu bisa dikatakan juga roh di dalam roh yaitu pada
menyatakan Nyata tetapi Tetap Tidak Nyata.
1.4 ALAM ROH
Pada tingkat ke empat di dalam Empunya Diri, Dia menyatakan,
mengolahkan diriNya untuk membentuk batang tubuh halus yang dinamaka roh. Jadi
pada tingkat ini dinamakan Martabat Roh pada Alam Roh.Tubuh ini merupakan tubuh
batin hakiki manusia dimana batin ini sudah nyata zatnya, Sifatnya dan
Afa’alnya. Ini menjadi sempurna, cukup lengkap seluruh anggota - anggota
batinnya, tida cacat, tidak cela dan kondisi ini dinamakan (Alam Khorijah)
yaitu Nyata lagi lahir pada hakiki dari Ilmu Allah. Tubuh ini dinamakan ia
“Massa Latiff” yaitu satu batang tubuh yang disket lagi halus. Ini tidak akan
mengalami cacat dan tidak mengalami suka, duka, sakit, menangis, asyik dan
hancur binasa dan inilah yang dinamakan “KholidTullah.”
Pada martabat ini terkandung ia di dalam “Walam Yalidd”. Dan
berdirilah ia dengan diri tajalli Allah dan hiduplah ia selamanya. Inilah yang
dinamakan kondisi Tubuh Hakikat Insan yang memiliki awal tidak kesudahannya,
dialah yang sebetulnya dinamakan Diri Nyata Hakiki Rahasia Allah dalam Diri
Manusia.
1.5 ALAM MISAL
Alam Misal adalah tingkat ke lima dalam proses pentajallian
Empunya Diri dalam menyatakan rahasia diriNya untuk di tanggung oleh manusia.
Untuk menyatakan dirinya Allah SWT, terus menyatakan diriNya melalui diri
rahasianya dengan lebih nyata dengan membawa diri rahasianya untuk di kandung
pula oleh bapak yaitu dinamakan Alam Misal.
Untuk menjelaskan lagi Alam Misal ini adalah dimana unsur
rohani yaitu diri rahasia Allah belum bercamtum dengan badan material. Alam
misal jenis ini di alam malakut. Ia merupakan transisi dari alam Arwah (alam
Roh) menuju ke alam Nasut maka itu dinamakan ia Alam Misal di mana proses
peryataan ini, pengujudan Allah pada martabat ini belum lahir, tetapi Nyata
dalam tidak Nyata.
Diri rahasia Allah pada martabat Wujud Allah ini mulai di
tajallikan ke ubun - ubun bapa, yaitu permidahan dari alam roh ke alam Bapa
(misal).
Alam Misal ini terkandung ia di dalam “Walam yakullahu” dalam
surat Al-Ikhlas yaitu dalam kondisi tidak bisa di bagaikan. Dan seterusnya
menjadi “DI”, “Wadi”, “Mani” yang kemudian di salurkan ke satu tempat yang berafiliasi
di antara diri rahasia batin (ruh) dengan diri kasar Hakiki di dalam tempat
yang disebut rahim ibu.Maka terbentuklah apa yang di katakan ” Maknikam “ketika
terjadi bersetubuhan diantara laki-laki dengan perempuan (Ibu dan Bapak)
Perlu diingat tubuh rahasia pada masa ini tetap hidup
sebagaimana awalnya tetapi di dalam kondisi rupa yang elok dan tidak binasa dan
belum lagi lahir. Dan ia tetap hidup tidak mengenal ia akan mati.
1.6 ALAM IJSAN
Pada tingkat ke enam, setelah saja rahasia diri Allah pada
Alam Misal yang di kandung oleh bapak, maka berpindah pula diri rahasia ini
melalui “Mani” Bapa ke dalam Rahim Ibu dan inilah dinamakan Alam Ijsan.
Pada martabat ini dinamakan ia pada martabat “InssanulKamil”
yaitu batang diri rahasia Allah telah diKamilkan dengan kata diri manusia, dan
akhirnya ia menjadi “KamilulKamil”. Yaitu menjadi satu pada zahirnya kedua
badan rohani dan jasmani. dan kemudian lahirlah seoarang manusia melalui vagina
ibu dan sesungguhnya martabat anak - anak yang baru dilahirkan itu adalah yang
paling suci yang dinamakan “InnsanulKamil”. Pada martabat ini terkandung ia di
dalam “Kuffuan” yaitu bersekutu dalam kondisi “KamilulKamil dan nyawa pun di
masukkan dalam tubuh manusia.
Setelah cukup tempuhnya dan ketkanya maka diri rahasia Allah
yang menjadi “KamilulKamil” itu di lahirkan dari perut ibunya, maka di saat ini
sampailah ia Martabat Alam Insan.
1.7 ALAM INSAN
Pada alam ke tujuh yaitu alam Insan ini terkandung ia di
dalam “Minggu” yaitu sa (satu). Di dalam kondisi ini, maka berkumpullah seluruh
proses pengujudan dan peryataan diri rahasia Allah SWT di dalam tubuh Insan
yang mulai bernafas dan di lahirkan ke Alam Maya yang Fana ini. Maka pada alam
Insan ini dapatlah di katakan satu alam yang mengumpulkan seluruh proses
pentajallian diri rahasia Allah dan pengumpulan seluruh alam-alam yang di
tempuh dari satu tingkat ke satu tingkat dan dari satu martbat ke satu
martabat.
Karena merupakan satu perkumpulan seluruh alam - alam lainnya,
maka mulai alam maya yang fana ini, mulailah tugas manusia untuk menggembalikan
balik diri rahasia Allah itu kepada Tuan Empunya Diri dan proses penyerahan
kembali rahasia Allah ini harus bermulah dari alam Maya ini lantaran itu
persiapan untuk balik kembali asalnya mulai kembali mu kembali harus
disegerakan tanpa berlengah - lengah lagi.
2.TUJUAN martabat alam INSAN
1.Ada pun tujuan utama pengkajian dan keyakinan Martabat Alam
Insan ini;
2 “bertujuan memahami dan memegang satu keyakinan Mutlak bahwa
diri kita ini sebenar - benarnya bukanlah diri kita, tetapi kembalikan kembali
asalnya Tuhan.”
3.Dengan kata lain untuk memperpanjang studi, kita juga dapat
mengetahui pada hakikatnya dari mana asal mula diri kita sebenarnya sampai kita
lahir di alam maya ini.
4.Dalam pada itu dapat pula kita mengetahui pada hakikatnya
kemana diri kita harus kembali dan:
5.Apakah tujuan sebenarnya diri kita di lahirkan.
3.Dalam mengatakan Martabat Alam Insan
Dengan memahami Martabat Alam Insan ini, maka sudah pastilah
kita dapat mengetahui bahwa diri kita ini adalah sifatnya Allah Taala semata.
Diri sifat yang di tajallikan untuk menyatakan sifatnya Sendiri yakni pada Alam
Saghir dan Alam Kabir.Dan Allah Taala Memuji DiriNya dengan Asma’Nya Sendiri
dan Allah Taala menguji dirinya sendiri dengan Afa’alNya Sendiri.
Dalam memeperkatakan Martabat Alam Insan kita mengatakan diri
kita sendiri. Diri kita dari sifat Tuhan yang berasal dari Qaibull-Quyyub
(Martabat Ahdah) yaitu pada martabat Zat sampai lahir kita bersifat dengan
sifat bangsa Muhammad. Dengan demikian ada atau zahirnya kita ini bukan
sekali-kali diri kita, tetapi sebenarnyadiri kita ini adalah laporan kepada
diri Tuhan semesta alam semata.
Seperti Firman:
‘INNALILLA wainna ILAII rajiun’
Yang berarti; “Sesungguhnya diri mu itu Allah (Tuhan Asal
Diri Mu) dan harus pulang menjadi Tuhan kembali”.
Setelah mengetahui dan memahami secara jelas lagi terang
bahwa asal kita ini adalah Tuhan pada Martabat ahdah dan nyatanya kita sebagai
sifatnya pada Martabat Alam Insan dan pada Alam Insan inilah kita memulai
langkah untuk mensucikan sifat diri kita ini pada martabat Sifat kepada
Martabat Tuhan kembali yaitu asal mula diri kita sendiri atau Martabat Zat.
Sesungguhnya Allah SWT diri kita pada Martabat Ahdah
menyatakan diriNya dengan sifatnya Sendiri dan memuji sifatnya Sendiri dengan
asmanya Sendiri serta menguji sifatnya dengan afa’alNya Sendiri. Sesungguhnya
tiada sesuatu sebenarnya pada diri kita kecuali diri Sifat Allah, Tuhan semesta
semata - mata.
…. Sekian peryataan kuliah ini akan di sambung di lain kali.
Walikutubkulubbullah <21/08/2004>
4.PROSES MENGEMBALIKAN DIRI
Dalam proses menyucikan diri dan mengembalikan rahasia kepada
Tuan Empunya Rahasia, maka manusia itu harus meningkatkan kesuciannya sampai ke
tingkat asal kejadian rahasia Allah Taala.
Manusia ini sebenarnya harus menjelajahi dan melalui dari
Alam Insan pada nafsu amarah ke Martabat Zat yaitu nafsu Kamaliah yaitu makam
“Izzatul-Ahdah”. Lantaran itulah tugas manusia harus mengenal hakikat diri ini
lalu balik untuk mengembalikan amanah Allah SWT tersebut sebagaimana mula
proses penerimaan amanahnya pada awalnya.
Sesunggunya Allah dalam mengenalkan diriNya melalui lidah dan
hati manusia, maka Dia telah mentajallikan DiriNya menjadi rahasia kepada diri
manusia. Sebagaimana dikatakan dalam hadits Qudsi;
“AL Insanul SIRRUHU WA ANA SIRRUHU”
Maksudnya; “Manusia itu adalah rahasiaku dan aku adalah
rahasia manusia itu sendiri”.
HAKIKAT
ALAM TUJUH / LANGIT TUJUH LAPIS
Tentang ALAM TUJUH atau LANGIT TUJUH mrupakan suatu Lainnya
pengujudan diri pada rahasia Allah SWT itu terbagi ia kepada 7 Alam;
Ke tujuh langit atau alam ini terkandung ia di dalam surat-Al
Ikhlas
QulhuwallahuAhad - Ahdah
Allahushomad - Wahdah
Lamyalidd - Wahdiah
Walamyuladd - Alam Roh (alam malakut)
Walamyakullahu - Alam Misal (Alam Bapa)
Kuffuan - Alam Ijsan
Ahad> - Alam Insan
Seperti Firman lagi dalam Al-Quran
[33] Setelah diketahui demikian maka tidaklah patut disamakan
Allah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya diri-diri
itu, (dengan makhluk yang tidak bersifat demikian). Dalam pada itu, mereka yang
kafir telah membuat beberapa makhluk sebagai sekutu bagi Allah. Katakanlah
(wahai Muhammad): Sebutkanlah sifat-sifat akan mereka (yang kamu sembah itu).
Atau apakah kamu hendak memberitakan kepada Allah apa yang tidak diketahui di
bumi? Atau apakah kamu menyebutnya dengan kata-kata yang lahir (sedang pada
hakikatnya tidak demikian)? Bahkan sebenarnya telah diperhiaskan oleh Iblis
untuk orang-orang yang kafir itu akan kekufuran dan tipu daya mereka (terhadap
Islam) dan mereka diblokir oleh hawa nafsu mereka dari menurut jalan yang benar
dan (ingatlah) siapa yang disesatkan Allah (dengan pilihannya yang salah ) maka
tidak ada seorangpun yang dapat memberi petunjuk.
Surah Al-A’Rad Ayat: 33
NUR, MATA HATI DAN HATI
NUR-NUR ILAHI ADALAH KENDERAAN HATI DAN RAHASIA HATI. NUR itu
adalah TENTERA HATI, SEBAGAIMANA KEGELAPAN ADALAH TENTERA NAFSU. JIKA ALLAH SWT
MAU menolong HAMBA-NYA MAKA DIBANTU DENGAN TENTERA ANWAR (NUR-NUR) dan
dihentikan BEKALAN KEGELAPAN. NUR ITU BAGINYA menerangi (MEMBUKA tutupan), MATA
HATI ITU BAGINYA MENGHAKIMKAN DAN HATI ITU baginya menghadap ATAU MEMBELAKANG.
Allah hanya bisa dikenal jika Dia sendiri mau Dia dikenal.
Jika Dia mau memperkenalkan Diri-Nya kepada hamba-Nya maka hati hamba itu akan
dipersiapkan dengan mengurniakannya Warid. Hati hamba diterangi dengan Nur-Nya.
Tidak mungkin mencapai Allah tanpa dorongan yang kuat dari Nur-Nya. Nur-Nya
adalah kendaraan bagi hati untuk sampai ke Hadrat-Nya. Hati adalah umpama badan
dan roh adalah nyawanya. Roh pula terkait dengan Allah dan hubungan itu disebut
as-Sir (Rahasia). Roh menjadi nyawa bagi hati dan Sir menjadi nyawa kepada roh.
Bisa juga dikatakan bahwa hakikat ke hati adalah roh dan hakikat kepada roh
adalah Sir. Sir atau Rahasia yang sampai kepada Allah dan Sir yang masuk ke
Hadrat-Nya. Sir yang mengenal Allah s.w.t. Sir adalah hakikat kepada sekalian
yang maujud.
Nur Ilahi menerangi hati, roh dan Sir. Nur Ilahi membuka
bidang hakikat-hakikat. Amal dan ilmu tidak mampu menyingkap rahasia
hakikat-hakikat. Nur Ilahi yang berperan menyingkap tabir hakikat. Orang yang
mengambil hakikat dari buku-buku atau dari ucapan orang lain, bukanlah hakikat
yang ditemuinya, tetapi hanyalah perkiraan dan khayalan semata. Jika mau
mencapai hakikat harus mengamalkan wirid sebagai pembersih hati. Kemudian
bersabar menanti sambil terus juga berwirid. Jika Allah kehendaki Warid akan
didatangkan-Nya kepada hati yang asyik dengan wirid itu. Itulah kemenangan yang
besar bisa dicapai oleh seseorang hamba selama hidupnya di dunia ini.
Alam ini pada hakikatnya adalah gelap. Alam menjadi terang
karena ada kenyataan Allah padanya. Misalkan kita berdiri di atas puncak sebuah
bukit pada waktu malam yang gelap gulita. Apa yang terlihat hanyalah kegelapan.
Ketika hari siang, matahari menyinarkan sinarnya, kelihatanlah tanaman dan
hewan yang menghuni bukit itu. Keberadaan di atas bukit itu menjadi nyata
karena diterangi oleh cahaya matahari. Cahaya menampakkan keberadaan dan gelap
pula membungkusnya. Jika kegelapan hanya sedikit maka keberadaan terlihat
samar. Jika kegelapan itu tebal maka keberadaan tidak terlihat lagi. Hanya
cahaya yang dapat menampakkan adanya, karena cahaya dapat menghalau kegelapan.
Jika cahaya matahari dapat menghalau kegelapan yang menutupi benda-benda alam
yang nyata, maka cahaya Nur Ilahi pula dapat menghalau kegelapan yang menutupi
hakikat-hakikat yang gaib. Mata di kepala melihat benda-benda alam dan mata
hati melihat kepada hakikat-hakikat. Banyaknya benda alam yang dilihat oleh
mata karena banyaknya cermin yang membalikkan cahaya matahari, sedangkan cahaya
hanya satu jenis saja dan datangnya dari matahari yang satu jua. Begitu juga
halnya pandangan mata hati. Mata hati melihat banyaknya hakikat karena
banyaknya cermin hakikat yang membalikkan cahaya Nur Ilahi, sedangkan Nur Ilahi
datangnya dari nur yang satu yang bersumberkan Zat Yang Maha Esa.
Kegelapan yang menutupi mata hati menyebabkan hati terpisah
dari kebenaran. Hatilah yang tertutup sedangkan kebenaran tidak tertutup. Dalil
atau bukti yang dicari bukanlah untuk menyatakan kebenaran tetapi adalah untuk
mengeluarkan hati dari lembah kegelapan kepada cahaya yang terang benderang
untuk melihat kebenaran yang memang tersedia ada, bukan mencari kebenaran baru.
Cahayalah yang menerangi atau membuka tutupan hati. Nur Ilahi adalah cahaya
yang menerangi hati dan mengeluarkannya dari kegelapan dan membawanya
menyaksikan sesuatu dalam keadaannya yang asli. Bila Nur Ilahi sudah membuka
tutupan dan cahaya terang telah bersinar maka mata hati dapat memandang
kebenaran dan keaslian yang selama ini disembunyikan oleh alam nyata. Bertambah
terang cahaya Nur Ilahi yang diterima oleh hati bertambah jelas kebenaran yang
dapat dilihatnya. Pengetahuan yang diperoleh melalui pandangan mata hati yang
bersuluhkan Nur Ilahi dinamakan ilmu laduni atau ilmu yang diterima dari Allah
secara langsung. Kekuatan ilmu yang diperoleh tergantung pada kekuatan hati
menerima cahaya Nur.
Ilahi.
Murid yang masih pada tahap permulaan hatinya belum cukup
bersih, maka cahaya Nur Ilahi yang diperoleh tidak begitu terang. Jadi ilmu
laduni yang diperoleh masih belum mencapai tingkat yang halus-halus. Pada tingkat
ini hati bisa mengalami kekeliruan. Terkadang hati menghadap ke yang kurang
benar dengan membelakangi yang lebih benar. Orang yang pada tingkat ini perlu
mendapatkan penjelasan dari ahli makrifat yang lebih arif. Bila hatinya semakin
bersih cahaya Nur Ilahi semakin bersinar meneranginya dan dia mendapat ilmu
yang lebih jelas. Lalu hatinya menghadap ke yang lebih benar, sampai dia
menemukan kebenaran hakiki.
<>
TERBUKA MATA HATI hanya memberikan AKAN HAMPIRNYA ALLAH SWT
Penyaksian MATA HATI hanya memberikan akan ketiadaan KAMU DI SAMPING WUJUD
ALLAH SWT Penyaksian HAKIKI MATA HATI hanya memberikan HANYA ALLAH YANG WUJUD,
TIDAK TERLIHAT LAGI ketiadaan KAMU DAN WUJUD KAMU.
Bila hati sudah menjadi bersih maka hati akan menyinarkan
cahayanya. Cahaya hati ini dinamakan Nur Kalbu. Ia akan menerangi akal lalu
akal dapat memikirkan dan merenungi tentang hal-hal ketuhanan yang menguasai
alam dan juga dirinya sendiri. Renungan akal terhadap dirinya sendiri
membuatnya menyadari akan perjalanan hal-hal ketuhanan yang menguasai dirinya.
Kesadaran ini membuatnya merasakan dengan mendalam betapa hampirnya Allah
dengannya. Lahirlah di dalam hati nuraninya perasaan bahwa Allah selalu
mengawasinya. Allah melihat segala gerak-geriknya, mendengarkan pertuturannya
dan mengetahui bisikan hatinya. Jadilah dia seorang Mukmin yang cermat dan
waspada.
Di antara sifat yang dimiliki oleh orang yang sampai ke
martabat Mukmin adalah:
1: Cermat dalam pelaksanaan hukum Allah s.w.t.
2: Hati tidak cenderung kepada harta, merasa cukup dengan apa
yang ada dan tidak sayang membantu orang lain dengan harta yang dimilikinya.
3: Bertaubat dengan sebenarnya (taubat nasuha) dan tidak
kembali lagi ke kejahatan.
4: rohaninya cukup kuat untuk menanggung kesulitan dengan
sabar dan bertawakal kepada Allah
5: Kehalusan kerohaniannya membuatnya merasa malu kepada
Allah dan merendah diri kepada-Nya.
Orang Mukmin yang taat kepada Allah swt, kuat melakukan
ibadat, akan meningkatlah kekuatan rohaninya. Dia akan kuat melakukan tajrid
yaitu menyerahkan urusan kehidupannya kepada Allah Dia tidak lagi khawatir
terhadap sesuatu yang menimpanya, walaupun bala yang besar. Dia tidak lagi
menempatkan ketergantungan kepada sesama makhluk. Hatinya telah teguh dengan
perasaan reda terhadap apa yang ditentukan Allah untuknya. Bala tidak lagi
menggugat imannya dan nikmat tidak lagi menggelincirkannya. Baginya bala dan nikmat
adalah sama yaitu takdir yang Allah tentukan untuknya. Apa yang Allah takdirkan
itulah yang paling baik. Orang yang seperti ini selalu di dalam penjagaan Allah
karena dia telah menyerahkan dirinya kepada Allah swt Allah karuniakan
kepadanya kemampuan untuk melihat dengan mata hati dan bertindak melalui
Petunjuk Laduni, tidak lagi melalui pikiran, kehendak diri sendiri atau
angan-angan. Pandangan mata hati kepada hal ketuhanan mempengaruhi hatinya
(kalbu). Dia mengalami suasana yang menyebabkan dia menyangkal keberadaan
dirinya dan diisbatkannya kepada Wujud Allah Suasana ini timbul akibat hakikat
ketuhanan yang dialami oleh hati .. Dia merasa benar-benar akan keesaan Allah
bukan sekedar mempercayainya.
Pengalaman tentang hakikat dikatakan memandang dengan mata
hati. Mata hati melihat atau menyaksikan keesaan Allah dan hati merasakan akan
keadaan keesaan itu. Mata hati hanya melihat kepada Wujud Allah, tidak lagi
melihat ke wujud dirinya. Orang yang di dalam suasana seperti ini telah
berpisah dari sifat-sifat kemanusiaan. Dalam keadaan demikian dia tidak lagi
mengindahkan aturan masyarakat. Dia hanya mementingkan soal perhubungannya
dengan Allah Soal duniawi seperti makan, minum, pakaian dan pergaulan tidak
lagi mendapat perhatiannya. Kelakuannya bisa menyebabkan orang mengira dia
sudah gila. Orang yang mencapai tingkat ini dikatakan mencapai makam tauhid
sifat. Hatinya jelas merasakan bahwa tidak ada yang berkuasa melainkan Allah
dan segala sesuatu datangnya dari Allah
Rohani manusia melalui beberapa peningkatan dalam proses
mengenal Tuhan. Pada tahap pertama terbuka mata hati dan Nur Kalbu memancar
menerangi akalnya. Seorang Mukmin yang akalnya diterangi Nur Kalbu akan melihat
betapa hampirnya Allah Dia melihat dengan ilmunya dan mendapat keyakinan yang
dinamakan ilmul yaqin. Ilmu berhenti di situ. Pada tahap keduanya mata hati
yang terbuka sudah bisa melihat. Dia tidak lagi melihat dengan mata ilmu tetapi
melihat dengan mata hati. Kemampuan mata hati memandang itu dinamakan kasyaf.
Kasyaf melahirkan identitas atau makrifat. Seseorang yang berada di dalam makam
makrifat dan mendapat keyakinan melalui kasyaf dikatakan memperoleh keyakinan
yang dinamakan ainul yaqin. Pada tahap ainul yaqin makrifatnya gaib dan dia
juga gaib dari dirinya sendiri. Maksud ghaib di sini adalah hilang perhatian
dan kesadaran terhadap sesuatu hal .. Beginilah hukum makrifat yang terjadi.
Makrifat lebih tinggi nilainya dari ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan adalah pencapaian terhadap persoalan yang terpecah-pecah bidangnya.
Makrifat pula adalah hasil pencapaian terhadap hakikat-hakikat yang menyeluruh
yaitu hakikat kepada hakikat-hakikat. Tetapi, penyaksian mata hati jauh lebih
tinggi dari ilmu dan makrifat karena penyaksian itu adalah hasil dari kemauan
keras dan perjuangan yang gigih disertai dengan upaya hati dan pengalaman.
Penyaksian (shahadul Haq) adalah setinggi-tinggi keyakinan. Penyaksian yang
paling tinggi adalah penyaksian hakiki oleh mata hati atau penyaksian yang haq.
Ia merupakan keyakinan yang paling tinggi dan dinamakan haqqul yaqin. Pada
tahap penyaksian hakiki mata hati, mata hati tidak lagi melihat ke ketiadaan
dirinya atau keberadaan dirinya, tetapi Allah dilihat dalam segala sesuatu,
segala kejadian, dalam diam dan dalam tutur-kata. Penyaksian hakiki mata hati melihat-Nya
tanpa dinding penutup antara kita dengan-Nya. Tidak ada lagi antara atau ruang
antara kita dengan Dia.
Dia berfirman:
“Dan Ia (Allah) tetap bersama-sama kamu di mana saja kamu
berada.”
(Ayat 4: Surah al-Hadiid)
Dia tidak terpisah dari kamu. Penyaksian yang hakiki adalah
melihat Allah dalam segala sesuatu dan pada setiap waktu. Pandangannya terhadap
makhluk tidak menutup pandangannya terhadap Allah Inilah makam keteguhan yang
dipenuhi oleh ketenangan dan kedamaian yang sejati dan tidak berubah-ubah,
bernaung di bawah payung Yang Maha Agung dan Ketetapan Yang Teguh. Pada
penyaksian yang hakiki tidak lagi ucapan, tiada bahasa, tiada ibarat, tiada
ilmu, tiada makrifat, tiada pendengaran, tiada kesadaran, tiada hijab dan
semuanya sudah tiada. Tabir hijab telah tersingkap, maka Dia dipandang tanpa
ibarat, tanpa huruf, tanpa abjad. Allah dipandang dengan mata keyakinan bukan
dengan mata zahir atau mata ilmu atau kasyaf. Yakin, semata-mata yakin bahwa
Dia yang dipandang sekalipun tidak ada sesuatu pengetahuan untuk diceritakan
dan tidak ada sesuatu identifikasi untuk dipamerkan.
Orang yang memperoleh haqqul yaqin berada dalam suasana
hatinya kekal bersama-sama Allah pada setiap saat, setiap ruang dan setiap
kondisi. Dia kembali ke kehidupan seperti manusia biasa dengan suasana hati
yang demikian, di mana mata hatinya senantiasa menyaksikan Yang Hakiki. Allah
dilihat dalam dua hal yang berlawanan dengan sekali pandang. Dia melihat Allah
pada orang yang membunuh dan orang yang kena bunuh. Dia melihat Allah yang
menghidupkan dan mematikan, menaikkan dan menjatuhkan, menggerakkan dan
mendiamkan. Tidak ada lagi perkaitannya dengan keberadaan atau ketidakwujudan
dirinya. Wujud Allah Esa, Allah meliputi segala sesuatu
Sumber : http://alifbraja.blogdetik.com/?p=449
Assalamualaikum..mengapa diasingnya syariat,tarekat,hakikat..
BalasHapusAssalamualaikum..mengapa diasingnya syariat,tarekat,hakikat..
BalasHapusSlm saudara alifbraja.. Antara engkau dan aku tiada antara.. Engkau itu aku dan aku itu engkau.. Bersatu tidak.. Bercerai tiada.. Engkau itu bayang2 aku dan aku lah bayang2 itu.. Maytu qoblaa aantal maautu.. Jangan sampai terlihat ada nya diri.. Wssllam
BalasHapusAlhamdulillah...bertambah Nur cahaya gusti Allah SWT. Salam silarurrahim .smg Allah mempertemukan kita....aamiin
BalasHapus